Pulau
Cangke: Dari Kesunyian ke Harapan, Warisan yang Harus Dijaga
HMP
ABP HIMARIN FIKP UNHAS
Lingkungan
hidup adalah denyut nadi peradaban. Dalam setiap harmoni alam terkandung
keteraturan, keberlanjutan, dan keseimbangan yang menopang hidup manusia.
Aristoteles pernah mengatakan bahwa alam tidak melakukan apa pun secara
sia-sia. Setiap unsur di dalamnya, sekecil apa pun, memainkan peran penting
dalam menjaga keseluruhan sistem kehidupan. Oleh karena itu ketika manusia
menjaga lingkungan, sejatinya ia sedang menjaga dirinya sendiri. Sebuah
kesadaran ekologis yang kini menjadi semakin penting di tengah ancaman krisis
iklim dan kerusakan alam.
Di
antara gugusan pulau di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan,
terdapat satu pulau kecil bernama Pulau Cangke. Luasnya hanya sekitar delapan
belas ribu meter persegi, namun bentang alam yang dimilikinya menyimpan pesona
yang tak ternilai. Pantai berpasir putih, laut yang tenang dan jernih, serta
udara yang bersih menjadikannya tempat yang ideal untuk refleksi maupun
eksplorasi. Namun hingga kini, pulau ini belum tersentuh pembangunan memadai.
Akses yang terbatas dan minimnya fasilitas membuat Pulau Cangke masih asing di
telinga banyak orang. Padahal, di balik kesunyiannya, tersimpan kekayaan yang
menunggu untuk dijaga dan dikenalkan.
Salah
satu kekuatan utama Pulau Cangke adalah ekosistem lautnya yang masih alami.
Penyu, satwa yang kini makin langka, masih kerap terlihat naik ke pantainya
untuk bertelur. Fakta ini menjadi indikator kuat bahwa kawasan ini layak
dijadikan sebagai zona konservasi laut. Selain nilai ekologisnya, Pulau Cangke
juga sangat potensial dikembangkan sebagai destinasi wisata bahari berbasis
edukasi dan pelestarian. Posisi pulau yang terpencil justru menjadi daya tarik
tersendiri bagi wisatawan yang mencari ketenangan, keaslian, dan pengalaman yang berbeda dari
pariwisata massal. Dengan perencanaan yang tepat dan pendekatan yang
berkelanjutan, Cangke dapat menjadi destinasi unggulan yang menggabungkan
keindahan alam dan kesadaran ekologis.
Namun
Cangke bukan hanya soal bentang alam. Ia juga menyimpan warisan cerita yang
menyentuh. Dahulu pulau ini pernah dihuni oleh pasangan bernama Daeng Abu dan
istrinya. Mereka tinggal dalam kesederhanaan, menjadi penjaga pulau tanpa
diminta, tanpa pamrih. Kini, meski keduanya telah tiada, jejak mereka tetap
hidup dalam ingatan masyarakat sekitar. Dari kisah itu lahirlah gerakan
kolektif bernama Cangke Initiative yang diinisiasi lebih dari tujuh
belas lembaga dan komunitas dari berbagai latar belakang. Gerakan ini merupakan
sebuah upaya menjaga warisan ekologis dan budaya pulau ini dari generasi ke
generasi. Aksi bersih pulau, pelepasan tukik, hingga pemberdayaan masyarakat di
pulau-pulau sekitar seperti Pulau Pala dan Lamputang menjadi bagian dari
langkah nyata menjaga Cangke agar tetap lestari.
Yang
menjadikan Cangke Initiative istimewa adalah semangat estafetnya. Tak
ada satu pihak yang dominan. Semua bergerak karena cinta, bukan kuasa. Semua
memberi karena peduli, bukan karena pamrih. Pulau Cangke dijaga oleh mereka
yang percaya bahwa warisan bukan sekadar untuk dikenang, tetapi untuk
dihidupkan kembali. Dalam sunyi yang selama ini menyelimuti, suara kolektif ini
muncul sebagai nyanyian harapan: bahwa pulau ini layak untuk dikenal,
dilindungi, dan dimaknai bersama.
Potensi
Pulau Cangke tak hanya layak untuk disadari, tetapi juga untuk diperjuangkan.
Edukasi lingkungan, riset kolaboratif, serta pengembangan wisata berbasis
konservasi adalah jalan yang dapat ditempuh secara simultan. Di sisi lain,
kekuatan media digital juga bisa dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan
promosi melalui konten visual, cerita komunitas, dan kampanye kesadaran yang
menyentuh sisi emosional publik. Kolaborasi antara akademisi, komunitas lokal,
pelaku pariwisata, dan pemerintah daerah akan menjadi kunci penting dalam
mengangkat Pulau Cangke sebagai ruang hidup yang lestari dan bernilai ekonomi.
Menjaga
Pulau Cangke tak cukup hanya dengan menyadari potensi yang dimilikinya.
Diperlukan langkah kolektif dan berkelanjutan untuk menjadikannya lebih dari
sekadar titik sunyi di peta. Edukasi lingkungan di tingkat lokal, penguatan
partisipasi masyarakat, dan inovasi promosi berkelanjutan menjadi langkah
konkret untuk membawa Cangke menuju pengakuan yang lebih luas. Pulau ini
memiliki semua yang dibutuhkan: keindahan yang belum tercemar, nilai budaya
yang menyentuh, dan peluang besar untuk tumbuh menjadi destinasi unggulan. Kini
saatnya membuka mata dan memberi ruang agar Cangke tak lagi sunyi dalam
potensi, tetapi hidup dalam ingatan dan langkah nyata banyak orang. Sebab
warisan, bila dijaga bersama, akan bertahan melampaui waktu
0 Komentar