Divisi Kajian Strategis
Reklamasi bukan hal baru lagi di Makassar, reklamasi pantai telah terjadi pada tahun 2014 di Makassar tepatnya di wilayah pantai losari yang kini kita kenal sebagai CPI(Centre Point of Indonesia). Cpi yang kini menjadi salah satu lokasi wisata yang ramai di kunjungi di Makassar, hal ini dikarenakan keindahan bernuansa modern yang disajikannya, akan tetapi dibalik gemerlap dan keindahannya cpi menyimpan cerita yang cukup memilukan dan sarat akan kontroversi. Megaproyek cpi yang memiliki total luas 157,23 hektare, membuat 44 kepala keluarga harus tergusur dan kehilangan rumah serta tempat tumbuh mereka. Selain dari dampak yang dialami masyarakat yang tergusur akibat megaproyek cpi ada juga dampak kerusakan terhadap ekosistem laut hal ini dikarenakan penambangan dan pengerukan pasir laut yang mengakibat rusaknya habitat ikan dan semakin dalamnya dasar laut akibat pengerukan pasit tersebut. Dampak terhadap ekosistem laut tidak berhenti disitu saja selain dari dampak pengerukan limbah-limbah sisa reklamasi dapat menimbulkan pencemaran terhadap laut dan membuat biota laut tercemar yang dapat mengancam kesehatan yang mengonsumsinya, efek domino yang akan timbul selain dari biota laut yang tercemar juga membuat nelayan pada daerah cpi kehilangan mata pencahariannya dan membuat hidup mereka dalam pertaruhan.
Reklamasi pulau lae-lae masih merupakan bagian dari megaproyek cpi hal ini guna untuk memenuhi kekurangan jumlah wilayah yang masih kurang dalam reklamasi cpi. Total luas wilayah reklamasi yang disepakati oleh pemerintah di pulau lae-lae seluas 12,11 hektar, dan melibatkan PT Yasmin Bumi Asri sebagai kontraktor pelaksana. Sama sepertinya hal reklamasi cpi, reklamasi pulau lae-lae juga banyak menimbulkan pro dan kontra dikarenakan dampak negatif pada sektor sosial dan ekonomi yang akan dirasakan oleh masyarakat pulau lae-lae.
Sektor sosial | Sektor ekonomi |
Hilangnya tempat tumbuh dan berkembang anak-anak pulau lae-lae | Menurunnya pendapatan masyarakat pulau lae-lae |
Terganggunya aktivitas keseharian dan pelaksanaan adat istiadat pulau lae-lae | Semakin berkurangnya ragam hasil tangkapan biota laut masyarakat pulau lae-lae |
Rusaknya ekosistem laut pulau lae-lae | Menurunnya kualitas tangkapan nelayan |
Akan terjadi urbanisasi secara mendadak di pulau lae-lae | Hilangnya tempat mata pencaharian sebagian nelayan |
Reklamasi pulau lae-lae yang direncanakan akan dimulai pada bulan Mei tahun 2023 dan direncanakan rampung pada bulan Agustus tahun 2023, telah disetujui oleh kementerian kelautan dan perikanan RI. Dalam perizinan tersebut analisis dan dampak lingkungan (amdal) belum rampung hal ini menjadi sebuah kontroversi dimana dalam peraturan menteri kelautan dan perikanan no. 25 tahun 2019 tentang izin reklamasi pada pasal 1 ayat 6 yang dimana pelaksana reklamasi harus menyertakan amdal untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan izin reklamasi. Ini merupakan salah satu bentuk dalam mal administrasi dan sangat fatal karena tidak mementingkan dalam aspek sosial dan ekonomi yang akan berdampak pada masyarakat pulau lae-lae.
Referensi
https://dislautkan.jogjaprov.go.id/web/detail/173/positif_negatif_upaya_reklamasi_pantai
https://www.mongabay.co.id/2019/06/19/tak-ada-lagi-kerang-di-pesisir-makassar/amp/
https://www.mongabay.co.id/2023/03/10/reklamasi-pulau-lae-lae-dan-gugatan-ruang-hidup-warganya/amp/
0 Komentar