MUI Menyatakan Tradisi Maccera; Tasi’ Tidak sesuai dengan Aqidah Islam. Bagaimana Tradisi Maccera’ Tasi’ Hadir dikalangan Masyarakat?

 


Maklumat MUI (2023)

Pertama: Mengajak masyarakat untuk melaksanakan ritual keagamaan sesuai dengan petunjuk Allah Swt dan Rasul-Nya. Dalam hal mensyukuri nikmat Allah Swt adalah sesuatu yang diperintahkan, namun dengan cara yang tidak bertentangan petunjuk Allah Swt.

Proses Maccera’ Tasi’ yang marak dilakukan di beberapa tempat di Sulawesi Selatan yang ditujukan sebagai bentuk kesyukuran atas apa yang diberikan oleh alam (laut) tidaklah didapatkan dalam syariat Islam, oleh karena itu pelaksanaannya mengarah kepada sesuatu yang bersifat terlarang. Karena segala bentuk ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Swt telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. Sebagaimana didalam Hadits Rasulullah Saw:

ْم ِّ َن لَكُ َِّلَّ قال -صلى هللا عليه وسلم" -: وقد بُي ِّر إ ِّة ويُبَا ِّع ُد ِّم َن النَّا َجنَّ ْ ِّ ر ُب ِّم َن ال َي َش ْي ٌء يُقَ َم " ا بَِّق 

Artinya: 

“Tidaklah tersisa sesuatu apapun (perbuatan) yang mendekatkan kepada surga, dan menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian…” (HR. At-Tabrani)

Maka, pelaksanaan sebuah ritual maccera’ tasi’dengan maksud untuk mensyukuri pemberian dari Allah Swt melalui laut tidaklah kita mendapatkan ajarannya dari Al-Qur’an dan Sunnah sehingga mengarah kepada kesyirikan.

Kedua: Mengimbau kepada kepada ummat Islam untuk melakukan ritual kesyukuran sesuai dengan ajaran yang telah disampaikan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Dalam hal ini perintah untuk mensyukuri nikmat Allah Swt melalui ibadah-ibadah yang diperintahkan.

Ketiga: Mengimbau kepada pihak Pemerintah untuk tidak ikut mendorong kelestarian budaya yang bertentangan dengan syariat Islam. Begitupun kepada alim ulama, para pemuda, para pendidik dan orang tua untuk memberikan perhatian yang lebih dan khusus pada masalah akidah generasi kita. Mari bersama-sama kita pelajari akidah Islam yang benar lalu kita tanamkan kepada anak cucu kita. Semoga mereka menjadi generasi yang kuat dalam semua bidang, terutama dalam akidah dan keyakinan.

Pada tanggal 7 Juni 2023 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan mengeluarkan maklumat Nomor -05/DP.P.XXI/VI/Tahun 2023 tentang himbauan untuk tidak melakukan lagi ritual Maccera’ tasi’Sekretaris MUI Sulsel Muammar Bakry mengatakan bahwa ritual Maccera’ tasi’ merupakan salah satu bentuk aktivitas yang mengarah pada perbuatan syirik. “Jadi Maccera’ tasi’ itu semacam sesajen-lah dengan niat-niat tertentu dan itu bisa mengarah kepada syirik” ujarnya.

Ritual Maccera’ Tasi’ dianggap sebagai hal-hal yang bersifat mistik yang dianggap mendantangkan keberuntungan itu bertentangan dengan aqidah islam. Dalam bentuk ksyukuran dapat dilakukan dengan menyembelih hewan dan mendatangkan orang-orang untuk makan tampa menghanyutkannya kelaut seperti yang dilakukan dalam ritual Maccera’ tasi’.

 

Apa itu tradisi maccera tasi?

Ritual Maccera’ Tasi’ merupakan sebuah tradisi masyarakat Bugis-Makassar sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta yang dilakukan dengan menyembelih hewan kemudian di larutkan dan dihanyutkan kelaut yang dirangkaikan dengan doa-doa dan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial.

Ritual Maccera’ tasi’ merupakan kepercayaan supranatural sebagai alat untuk mempengaruhi kehidupan maupun alam tempat bekerja.Secara historis kepercayaan-kepercayaan masyarakat nelayan merupakan kepercayaan terhadap makhluk adikodrati yang diturunkan dari nenek moyang. Meski masyarakat nelayan mayoritas beragama islam namun cara hidupnya masih banyak dipengaruhi oleh tradisi-tradisi nenek moyang sebelum masuknya islam, yaitu tradisi yang menitiberatkan pada perpaduan unsur-unsur islam dan animisme- dinamisme. Dan secara simbolis kepercayaan masyarkat nelayan merupakan ritual faktifis dengan tujuan meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok (Mukhtar et all, 2021)

Tujuan Maccera’ tasi’

Tiga tujuan utama Maccera Tasi yaitu pertama, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt atas limpahan rejeki dari alam laut yang selama ini telah dinikmati umat manusia. Kedua, sebagai ajang silaturahim masyarakat dan seluruh komponen nelayan. Dan ketiga, memupuk dan membangun hubungan yang baik dan harmonis dalam masyarakat (Pajabbah, 2012).

Sejarah Maccera’ tasi’

Ritual Maccera’ tasi’ adalah adat kepercayaan masyarakat nelayan yang sampai sekarang masih dilakukan secara turun temurun. Adat pesta laut atau maccera tasi adalah manifestasi budaya mengenai hubungan antara ummat manusia dengan “Yang Maha Pencipta” maupun dengan seluruh mahluk hidup dan lingkungan hidup di alam ini. Dalam mitologi I La Galigo disebut bahwa pada masa paling awal (In ILLO Tempora), bumi atau “atawareng“ ini dalam keadaan kosong dan mati. Tidak ada satupun mahluk hidup yang berdiam dimuka bumi . Keadaan itu digambarkan oleh naskah I La Galigo bahwa tidak ada seekor burung pun yang terbang di angkasa dan tidak ada seekor semut pun yang melata di atas muka bumi ini, serta tidak ada seekor ikan pun yang berenang di dalam lautan dan samudra (Perdana, 2019)

Hubungan fungsional dalam acara pesta laut ini antara setiap mahluk hidup, baik manusia maupun flora dan fauna, dengan seluruh isi alam ini akan ditata kembali dan akan ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya secara harmonis, atau mengikuti ketentuan-ketentuan adat yang sakral, yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Pencipta sebagai satu hukum alam yang harus dipatuhi. Demikian harapan yang akan terhindar dari kekacauan dan terciptalah keteraturan atau keseimbangan. Seiring perkembangannya kegiatan pesta laut maccera tasitelah disesuaikan dengan aqidah dan syariat serta sesuai pula dengan kaidah adat yang mengatakan “Patuppui ri Ade’ E, Mupasanrei ri Syara’E, yang artinya lasanakan adat berdasarkan syariat.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Maklumat MUI Provinsi Sulawesi Selatan. (2023). Menyikapi Ritual Maccera’ Tasi’ Di Berbagai Daerah Di Sulawesi Selatan

Mukhtar, J., Yunus, Y., & Nugroho, I. (2021). Integrasi Kegiatan Masyarakat Budaya Lokal dan Lembaga dalam Pendidikan Toleransi. Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian, 43-57.

Pabbajah, M. (2012). Religiusitas dan Kepercayaan Masyarakat Bugis-Makassar. Al-Ulum12(2), 397-418.

Perdana, A. (2019). Naskah La Galigo: Identitas Budaya Sulawesi Selatan di Museum La Galigo. Pangadereng5(1), 116-132.

0 Komentar