Kajian HIMASEI
UNHAS: RUU TNI Disahkan — Keamanan atau Ancaman bagi Nelayan?
Makassar, 7 Maret 2025 — Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan (HIMASEI)
Universitas Hasanuddin sukses menggelar kajian berjudul “RUU TNI Disahkan:
Keamanan atau Ancaman bagi Nelayan?” pada Jumat, 7 Maret 2025. Kegiatan
ini menghadirkan dua narasumber yakni Kakanda Ardiansya, S.Pi., dan Kakanda
Muh. Adriansyah Ramadan, serta dimoderatori oleh Nur Athifah Isra.
Kajian
ini digelar sebagai bentuk respons kritis terhadap pengesahan Rancangan
Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang menuai berbagai pro dan
kontra, khususnya di sektor kelautan dan perikanan. HIMASEI memandang penting
adanya ruang diskusi akademik untuk mengkaji lebih dalam potensi dampak
kebijakan ini terhadap masyarakat pesisir dan nelayan kecil.
Dalam
pemaparan materi pertama, Kakanda Ardiansya, S.Pi., menyoroti bahwa
keterlibatan TNI dalam perlindungan sumber daya laut membawa potensi manfaat,
seperti menjaga kedaulatan wilayah perairan, melindungi nelayan dari ancaman
asing, serta mendukung pemberantasan praktik illegal fishing. Ia menegaskan
bahwa sinergi TNI dalam penegakan hukum di laut dapat memperkuat pengawasan
sumber daya perikanan nasional.
Namun, ia
juga menekankan sejumlah potensi risiko, seperti tumpang tindih kewenangan
dengan lembaga sipil, pendekatan yang represif terhadap nelayan tradisional,
hingga konflik kepentingan jika TNI terlibat dalam aktivitas ekonomi. “Peran
TNI harus dibatasi secara jelas dan dijalankan secara sinergis dengan lembaga
lain agar tujuan menjaga laut tidak merugikan masyarakat pesisir,” tegasnya.
Sementara
itu, Kakanda Muh. Adriansyah Ramadan dalam pemaparan kedua, mengangkat isu
kekhawatiran akan dominasi militer di ranah sipil pasca pengesahan RUU ini. Ia
menyebutkan bahwa keterlibatan militer dalam sektor perikanan berpotensi
menimbulkan konflik horizontal, terutama jika TNI mulai masuk ke bisnis
perikanan yang menyentuh wilayah kerja nelayan tradisional. “Pengesahan RUU TNI
memang dapat memperkuat keamanan maritim, namun harus diimbangi dengan
pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan
perlindungan hak-hak nelayan sebagai kelompok rentan,” jelasnya.
Kajian
ini diikuti oleh 32 peserta yang terdiri dari anggota HIMASEI dan Badan
Pengurus Harian (BPH). Diskusi berjalan interaktif dan kritis, mencerminkan
kepedulian mahasiswa terhadap isu-isu kebijakan publik yang berdampak langsung
pada masyarakat pesisir.
Salah
satu peserta, Imam, mengajukan pertanyaan mengenai potensi ketidakpastian hukum
yang dapat ditimbulkan RUU TNI bagi nelayan, terutama dalam hal administrasi.
Menanggapi hal ini, Kak Ardiansya memberikan analogi bahwa seperti halnya
petani padi yang harus menghadapi prosedur rumit untuk menjual gabah sesuai
harga pemerintah, nelayan kecil pun akan terbebani jika harus mengikuti
mekanisme administrasi yang kompleks. “Hal ini justru bisa melemahkan posisi
ekonomi nelayan kecil dan membuka ruang bagi praktik-praktik yang tidak adil,”
ujar Ardiansya.
Melalui
kajian ini, HIMASEI UNHAS menegaskan untuk terus meningkatkan literasi
kebijakan di kalangan mahasiswa, serta membangun kesadaran kolektif akan
pentingnya peran masyarakat dalam mengawal kebijakan publik. HIMASEI juga akan
terus berperan aktif dalam mengawal kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan
masyarakat pesisir.
Oleh : Divisi Kajian Strategis
0 Komentar