Eksploitasi Merajalela, Pangan Terancam: Teras Kampus HIMASEI


Eksploitasi Merajalela, Pangan Terancam: Teras Kampus HIMASEI

Makassar, 25 Juni 2025 — Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan (HIMASEI) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin  sebagai bentuk inisiatif awal, HIMASEI menggelar diskusi publik yaitu Teras Kampus dan Lapak Baca dengan tema "Eksploitasi Merajalela, Pangan Terancam", yang berlangsung di Taman Unhas, Rabu (25/06/2025) sore.

Kegiatan ini tidak hanya menghadirkan diskusi lintas perspektif dari narasumber profesional dan aktivis mahasiswa, tetapi juga dirangkaikan dengan Lapak Baca, yakni ruang literasi terbuka yang menyajikan koleksi buku novel, fiksi, ilmu pengetahuan, perikanan, ekonomi, dan sosiologi pesisir. Salah satu bacaan utama yang menjadi pusat perhatian adalah buku “Nelayan: Suatu Tinjauan Sosiologi Ekonomi”, oleh Prof. Dr. Andi Adri Arief, S.Pi.,M.Si. yang menggambarkan dinamika kehidupan nelayan kecil di tengah tekanan modernisasi dan eksploitasi sumber daya laut.

Narasumber pertama, Ibnu Malkan Hasbi, S.Pi., M.Si, Penyuluh Perikanan dari BPP SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan Kota Makassar, membuka diskusi dengan menyoroti praktik penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing). Menurutnya, kegiatan tersebut bukan hanya merugikan negara dari sisi ekonomi, tetapi juga berdampak langsung terhadap kelangsungan hidup nelayan tradisional.

“Kapal-kapal besar kerap menggunakan alat tangkap destruktif seperti cantrang dan bom. Ini tidak hanya merusak ekosistem, tapi juga mempersempit ruang tangkap nelayan kecil yang bergantung pada alat sederhana,” ungkap Ibnu.

Ia menegaskan pentingnya penguatan regulasi terhadap izin alat tangkap serta pengawasan di lapangan demi menjaga keberlanjutan sumber daya laut.

Berikutnya, Isal Sulkarnain, Ketua Bidang Penelitian HMI Cabang Makassar Timur, mengulas tentang ketimpangan dalam sistem pangan nasional yang terlalu terpusat pada satu komoditas seperti beras. Ia menyebut bahwa keragaman sumber pangan lokal seperti sagu dan jagung harus dikembalikan ke dalam kesadaran kolektif masyarakat.

“Di tengah krisis lingkungan, kita justru kehilangan kearifan lokal. Sains tradisional yang selama ini hidup bersama alam mulai tergeser oleh logika produksi massal dan proyek reklamasi yang mengabaikan rakyat kecil,” jelas Isal.

Ia menyoroti ketidakadilan dalam pembangunan pesisir, di mana reklamasi justru mempersempit ruang hidup masyarakat nelayan dan membuka peluang eksploitasi oleh pemilik modal besar.

Sementara itu, Abd. Hamid, Ketua Bidang Eksternal HIMAGRO FAPERTA UNHAS, membawa perspektif lingkungan secara lebih luas. Ia mengingatkan bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan yang saling terhubung.

“Eksploitasi tidak hanya merusak lingkungan fisik, tapi juga memutus rantai kehidupan. Degradasi tanah akibat tambang dan pertanian tidak berkelanjutan pada akhirnya akan kembali menghantam manusia,” tegasnya.

Hamid menekankan bahwa solusi atas krisis ekologis harus melibatkan kolaborasi lintas sektor, termasuk perubahan kebijakan dan partisipasi aktif generasi muda.

Kegiatan ini dipandu oleh Nurul Qalbia, anggota Divisi Kesekretariatan BPH HMP ABP HIMARIN FIKP UNHAS, dialog ini berlangsung interaktif dengan partisipasi aktif dari mahasiswa. Sesi tanya jawab berlangsung. Salah satu mahasiswa, Haikal, melontarkan pertanyaan tentang hukum alam.

“Kalau dulu kita mengenal pamali sebagai larangan adat agar tidak merusak alam, apakah kerusakan ekologis hari ini adalah bentuk dari dilanggarnya hukum-hukum alam yang seharusnya dihormati?” Pertanyaan ini memicu refleksi mendalam dari para pemateri dan peserta tentang pentingnya menghidupkan kembali nilai-nilai lokal dan spiritual dalam menjaga lingkungan.

Teras Kampus menjadi ruang literasi dan advokasi yang mendorong peserta untuk melihat eksploitasi alam bukan sekadar isu lingkungan, tetapi persoalan hidup, pangan, dan masa depan bersama.

 

Penulis: Khalifah Amalia A.


 

0 Komentar