Beberapa tahun terakhir,
istilah Artificial Intelligence (AI) menjadi topik hangat di berbagai bidang.
Mulai dari aplikasi penjawab soal, generator desain, hingga chatbot pintar yang
bisa membantu menulis esai dalam hitungan detik. Kehadirannya tentu membawa
banyak pertanyaan, apakah AI akan menjadi teman yang mempercepat perkembangan
kita, atau justru lawan yang menggeser peran manusia?
Bagi mahasiswa, AI jelas
menawarkan banyak kemudahan. Mahasiswa teknik bisa terbantu membuat simulasi
perhitungan, mahasiswa desain bisa menciptakan visual dalam waktu singkat, dan
mahasiswa bahasa bisa berlatih percakapan dengan lebih interaktif. Bahkan,
riset kecil-kecilan pun bisa dilakukan dengan bantuan AI sebagai "asisten
pribadi".
Selain itu, dunia kerja
juga semakin terbuka pada mereka yang melek teknologi. Banyak perusahaan
mencari kandidat yang bukan hanya menguasai teori, tetapi juga mampu
menggunakan AI untuk meningkatkan produktivitas. Artinya, mahasiswa yang mau
belajar memanfaatkan AI sejak dini akan punya nilai tambah di mata industri.
Namun, di balik peluang
itu, ada risiko yang perlu diwaspadai. Pertama, ketergantungan berlebihan. Jika
semua tugas dikerjakan AI, kemampuan berpikir kritis, logika, dan kreativitas
bisa tergerus. Kedua isu etika, apakah tugas yang dibuat dengan bantuan AI
masih bisa dianggap karya asli? Bagaimana dengan risiko plagiarisme?
Selain itu, ada juga gap
akses. Tidak semua mahasiswa punya perangkat dan koneksi internet yang
mendukung penggunaan AI secara optimal. Hal ini bisa menimbulkan ketimpangan
baru antara yang mampu mengakses teknologi dan yang tidak.
Sebagai generasi muda,
kita perlu mengambil sikap. AI tidak bisa dihindari, tapi kita bisa memilih
bagaimana menggunakannya. Alih-alih takut "digantikan", mahasiswa
sebaiknya memandang AI sebagai alat bantu.
Gunakan AI untuk
mempercepat proses belajar, memperluas wawasan, atau mengasah ide. Tapi, tetap
tanamkan nilai-nilai yang tak bisa digantikan mesin, kreativitas, empati,
kepemimpinan, dan kemampuan berkolaborasi. Dengan cara ini, kita tidak hanya
menjadi pengguna teknologi, tapi juga pencipta solusi.
AI memang menghadirkan
dilema, kawan atau lawan. Namun jawabannya sebenarnya bergantung pada bagaimana
kita, para mahasiswa, memilih untuk menghadapinya. Bila digunakan dengan bijak,
AI bisa menjadi sahabat yang membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah.
Tetapi jika disalahgunakan, ia bisa menjebak kita dalam kenyamanan semu.
Masa depan ada di tangan
kita. Dan AI hanyalah salah satu alat yang bisa membantu kita sampai ke sana.






0 Komentar