PRESS RELEASE

BLUEWISE

(Blue Economy and Local Wisdom For Marine Food Empowerment)



Kelompok 1

1.     WAKTU DAN TEMPAT

Adapun pelaksanaan praktik lapangan dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 27 September 2025 yang bertempat didesa Salajangki, Kecamata Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pemilihan Lokasi dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Lokasi tersebut dapat memenuhi data yang dibutuhkan.

2.     METODE PENGAMBILAN DATA 

2.1   Observasi

Observasi adalah Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan, disertai dengan pencatatan keadaan atau perilaku objek yang menjadi sasaran. Menurut Nana Sudjana, Observasi adalah pengamatan dan pencacatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang sedang di teliti. Teknik observasi melibatkan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang lebih luas, observasi tidak hanya terbatas pada pengamatan yang dilakukan secara langsung tetapi juga bisa dilakukan secara tidak langsung.

2.2 Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada masala, tujuan, dan hipotesis penelitian. Hal ini mengenai pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.

2.3 Dokumentasi

Pengumpulan data melalui metode dekumentasi adalah cara memperoleh data atau informasi dari buku, catatan, transkip, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sumber lainnya. Teknik pengambilan data lainnya, seperti kuesioner, wawancara, observasi, atau tes.

3.      Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara terhadap dua responden yang merupakan nelayan aktif di wilayah pesisir, dapat disimpulkan bahwa kelembagaan perikanan memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat nelayan. Kedua responden menegaskan bahwa keberadaan kelembagaan, baik yang bersifat formal maupun nonformal, membantu mereka dalam meningkatkan kesejahteraan, memperkuat kerja sama antar-nelayan, serta menjadi wadah dalam menyampaikan aspirasi kepada pihak pemerintah.

Responden pertama, yang telah bekerja sebagai nelayan selama bertahun-tahun, menjelaskan bahwa ia tergabung dalam kelompok nelayan di desanya. Kelembagaan tersebut menjadi tempat para nelayan saling berinteraksi, berbagi pengalaman, serta mengatur strategi dalam kegiatan melaut. Dalam kelompok, mereka memiliki pembagian tugas yang jelas, saling membantu memperbaiki alat tangkap, dan bekerja sama untuk menjual hasil tangkapan agar mendapatkan harga yang lebih baik di pasar. Responden juga menekankan bahwa kegiatan kelembagaan memberikan manfaat sosial, seperti mempererat hubungan kekeluargaan antar-anggota, saling membantu ketika ada musibah, dan menjaga kebersamaan melalui kegiatan keagamaan seperti doa bersama sebelum melaut.

Selain itu, responden pertama menilai bahwa dukungan pemerintah melalui kelembagaan nelayan masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal bantuan subsidi bahan bakar (BBM), alat tangkap, dan pelatihan pengelolaan hasil tangkapan. Menurutnya, bantuan tersebut sangat dibutuhkan agar kegiatan nelayan lebih efisien dan pendapatan mereka dapat meningkat. Ia berharap agar kelembagaan yang ada di masa depan dapat lebih diperkuat secara administratif dan mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah sehingga peran lembaga tidak hanya sebatas kelompok kerja, tetapi juga menjadi penggerak ekonomi pesisir yang berkelanjutan.

Responden kedua memiliki pandangan yang hampir sama. Ia juga bergabung dalam kelompok nelayan yang aktif melakukan berbagai kegiatan bersama, seperti memperbaiki jaring, berbagi informasi tentang cuaca, serta membantu anggota yang mengalami kesulitan. Ia menilai bahwa kelembagaan nelayan berperan besar dalam memperkuat solidaritas sosial antar-nelayan serta menjadi sarana belajar untuk mengatur usaha tangkap yang lebih baik. Melalui kelompok, para nelayan juga bisa bekerja sama dalam mengelola hasil tangkapan agar tidak bergantung pada tengkulak. Selain aspek ekonomi, kelembagaan juga memiliki peran penting dalam menjaga nilai-nilai sosial dan keagamaan di masyarakat pesisir.

Responden kedua berharap agar pemerintah terus memberikan perhatian terhadap kesejahteraan nelayan dengan menyediakan bantuan yang berkelanjutan, terutama pada aspek finansial dan pelatihan. Ia menekankan pentingnya dukungan kelembagaan untuk membantu nelayan beradaptasi terhadap perubahan musim, harga bahan bakar, dan kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Secara keseluruhan, kedua responden sepakat bahwa kelembagaan perikanan merupakan faktor kunci dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian nelayan. Lembaga nelayan berperan sebagai wadah kerja sama, solidaritas sosial, dan penopang ekonomi yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya laut dan pelestariannya. Dengan memperkuat kelembagaan, diharapkan nelayan mampu meningkatkan taraf hidup, menjaga hubungan sosial yang harmonis, serta mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.

4.      Dokumentasi



 


KELOMPOK 2

Pada hari Sabtu 27 September 2025, telah dilaksanakan pengisian kusioner data bluewise HMP ABP HIMARIN FIKP UNHAS oleh Mahasiswa dari kepanitian bluewise. Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek penelitian dengan judul: "Kelembagaan Nelayan Patorani Masyarakat Perikanan dan Kelautan di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa." Dusun Pamandongan dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut dapat memberikan data mengenai praktik lapang.

Mahasiswa tiba di Dusun Pamandongan, sebuah wilayah di Desa Salajangki, pada pagi hari. Kedatangan Mahasiswa disambut hangat oleh masyarakat, termasuk para nelayan Patorani yang menjadi informan kunci penelitian.

Metode Pengambilan Data

Berdasarkan praktik lapangan yang di lakukan di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa . Mahasiswa menggunakan metode pengambilan data sebagai berikut.

- Observasi merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi lapangan dengan tujuan untuk memahami sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya.

- Wawancara merupakan salah satu cara pengambilan data yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi lisan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur meskipun interview sudah diarahkan oleh sejumlah daftar pertanyaan tidak tertutup kemungkinan memunculkan pertanyaan baru yang idenya muncul secara spontan sesuai dengan konteks pembicaraan yang dilakukannya`.

- Dokumentasi adalah dokumentasi merupakan suatu Teknik memperoleh bukti kuat melalui buku, catatan, arsip, ataupun laporan yang memuat informasi untuk mendukung penelitian. Dokumentasi berguna untuk memastikan keseuaian data yang diperoleh.

Wawancara berlangsung dalam suasana informal dan kekeluargaan, memungkinkan para informan berbagi pengalaman dan pengetahuan lokal mereka secara terbuka. Teknik wawancara semi-terstruktur diterapkan, di mana panduan pertanyaan digunakan sebagai kerangka, tetapi mahasiswa bebas mengembangkan pertanyaan baru untuk menggali detail yang lebih banyak.

Hasil wawancara

Responden 1

Responden pertama bernama Syahruddin Dg. Rappi, berusia 51 tahun dan tinggal di Dusun Pemandongan, Desa Salamangki, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Pendidikan terakhir beliau adalah SMP. Sehari-hari beliau bekerja sebagai tukang pembuat kapal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Syahruddin memiliki empat orang tanggungan dan senantiasa berusaha keras untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Syahruddin pernah tergabung dalam kelompok nelayan patorani bernama Mandiri Jaya sejak tahun 2000 hingga 2019. Kelompok ini terbentuk atas inisiatif masyarakat nelayan sendiri untuk saling membantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Dalam kelompok tersebut, struktur kepengurusan terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. Syahruddin sempat menjabat sebagai ketua kelompok, dan selama masa kepemimpinannya ia aktif dalam berbagai kegiatan kelompok, seperti mengelola alat tangkap, melakukan pertemuan rutin, dan menjaga kekompakan antaranggota.

Dalam budaya nelayan, Syahruddin juga masih aktif mengikuti ritual adat patorani, salah satunya adalah paroro, yaitu tradisi penghormatan kepada leluhur serta permohonan keselamatan saat melaut. Sebagai ketua kelompok, ia mengajak anggota lain untuk tetap mempertahankan tradisi tersebut karena dianggap sebagai simbol kebersamaan dan pelestarian budaya nelayan.

Menurut Syahruddin, kelompok Mandiri Jaya tidak hanya menjadi wadah kebersamaan, tetapi juga memiliki peran penting dalam membantu nelayan menghadapi berbagai persoalan, seperti pemasaran hasil tangkapan dan fluktuasi harga. Ia berharap kelompok nelayan ini tetap berlanjut dan mendapat dukungan berupa modal, alat tangkap, kapal, serta dokumen pendukung agar kapal dapat berlayar dengan lancar dan hasil tangkapan meningkat.

Responden 2

Responden kedua adalah Bapak Sitaba, berusia 43 tahun, dengan latar belakang pendidikan terakhir SMP. Pekerjaan utama beliau adalah nelayan, sementara pekerjaan sampingannya adalah sebagai penjual bakso, yang menjadi tambahan pendapatan bagi keluarganya. Ia memiliki tiga orang tanggungan dan tinggal bersama keluarganya di Desa Pemandongan.

Bapak Sitaba telah menjadi anggota kelompok nelayan patorani di desanya selama sekitar 20 tahun. Dengan pengalaman yang cukup panjang, beliau telah banyak belajar mengenai pengelolaan kegiatan nelayan, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Keikutsertaannya dalam kelompok didasari oleh kebutuhan ekonomi dan keinginan untuk mendapatkan manfaat dalam hal informasi, dukungan, serta kebersamaan.

Dalam kelompok tersebut, Bapak Sitaba berperan aktif sebagai juragan, yang membantu memecahkan masalah seperti harga jual ikan, konflik antar nelayan, hingga persoalan peralatan tangkap. Ia juga masih mempertahankan kegiatan tradisi paroro, yakni ritual adat yang mencerminkan nilai kebersamaan serta doa untuk keselamatan saat melaut. Tradisi ini dinilai penting karena bukan hanya menjaga keharmonisan kelompok, tetapi juga melestarikan budaya masyarakat nelayan setempat.

Harapan Bapak Sitaba ke depan adalah agar kelompok nelayan patorani dapat terus meningkatkan hasil tangkapan serta kesejahteraan anggotanya. Menurutnya, dukungan alat tangkap dan bantuan modal merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan dan produktivitas nelayan.

Kesimpulan

Berdasarkan data lapangan yang dikumpulkan di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki, Gowa, pada 27 September 2025, dapat disimpulkan bahwa Kelembagaan Nelayan Patorani adalah entitas yang sangat penting dan berakar dalam bagi masyarakat pesisir. Kelompok ini, dicontohkan oleh Mandiri Jaya, tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk memecahkan masalah ekonomi seperti pemasaran hasil tangkapan dan penanganan fluktuasi harga, tetapi juga sebagai penopang sosial yang memberikan dukungan dan menjamin kekompakan antaranggota. Eksistensi kelompok yang berlangsung selama puluhan tahun (seperti dialami oleh Syahruddin dan Bapak Sitaba) menunjukkan stabilitas dan relevansinya yang tak tergantikan. Selain dimensi ekonomi dan sosial, kelembagaan ini juga berperan sentral dalam pelestarian budaya, di mana ritual adat paroro menjadi simbol kuat kebersamaan dan identitas Patorani. Namun, untuk mencapai kesejahteraan yang lebih baik, kelompok nelayan sangat membutuhkan dukungan eksternal berupa bantuan modal, alat tangkap, kapal, dan yang krusial, dokumen pendukung legalitas agar aktivitas melaut dapat berjalan lancar tanpa hambatan, memastikan bahwa organisasi tradisional ini mampu bersaing di era modern.

Dokumentasi



  

KELOMPOK 3

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Nelayan Tangkap, di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.

Waktu dan Tempat : Salajangki, 13.00-15.00 WITA

Metode : Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara terhadap kelompok nelayan tangkap, baik ABK ataupun Punggawa. Observasi dilakukan di rumah-rumah warga yang berada di kawasan pesisir (di lokasi kegiatan) untuk memahami secara langsung kondisi sosial dan lingkungan masyarakat setempat, serta aktivitas ekonomi yang berlangsung di sekitar mereka. Sementara itu, wawancara dilakukan secara terstruktur maupun semi-terstruktur dengan nelayan tangkap, anak buah kapal (ABK), dan punggawa untuk menggali informasi mendalam mengenai pengalaman kerja, tantangan yang dihadapi, serta strategi mereka dalam menjalankan kegiatan penangkapan ikan. Pendekatan ini bertujuan memperoleh data yang akurat dan relevan dengan kondisi nyata di lapangan, sekaligus memperkuat hasil analisis penelitian.

Hasil dan pembahasan

RESPONDEN 1

Nama: Daeng Mange

Umur: 56 Tahun

Pendidikan

               Formal: Pendidikan terakhir SD

               Non Formal:-

Pekerjaan Utama: Nelayan

Pekerjaan Sampingan: Wirausaha

Jumlah Tanggungan:3

1.      Biaya Tetap

No

Jenis Alat

Jumlah

Ukuran

Harga Satuan (Rp)

Total (Rp)

Umur Ekonomis

Biaya penyusutan

1

Kapal

1

13 Gt

260.000.000

260.000.000

20 tahun

1.083

2

Mesin

2

300 Pk

45.000.000

90.000.000

10 tahun

375.000

3

Pancing

3

12

15.000

45.000

2 bulan

12.500

4

Tasi

3

80

5.000

15.000

3 bulan

5.000

5

Gabus

50

150 kg

75.000

750.000

3 bulan

1.250

6

Genset

1

24

4.000.000

4.000.000

2 tahun

166.666

7

Lampu

12

25 watt

30.000

360.000.000

3 bulan

120.000

8

Pemberat

30

 

5.000

150.000

3 bulan

75.000

9

Kabel

10

 

10.000

100.000

5 tahun

1.666

 

Total

 

 

 

358.420.000

 

768.165

2.Biaya Variabel

No

Jenis biaya

Jumlah

satuan

Harga (Rp)

Harga total

Trip/bulan

1

Solar

400

Liter

7.000

2.800.000

11.200.000

2

Es balok

120

 

15.000

1.800.000

7.200.000

3

Umpan

3

kg

40.000

120.000

480. 000

4

Konsumsi

10

 

100.000

1.000.000

4.000.000

5

Air minum

40

galon

5.000

200.000

800.000

 

Total

 

 

 

 

23.680.000

 Hasil dan Pembahasan

RESPONDEN 2

Nama : Kadir

Umur : 23 Tahun

Pendidikan

Formal : Pendidikan terakhir SD

Non Formal : -

Pekerjaan Utama : Nelayan

Pekerjaan Sampingan : -

Jumlah Tanggungan : -

1. Biaya Tetap

No

Jenis Alat

Jumlah

Ukuran

Harga Satuan (Rp)

Total (Rp)

Umur Ekonomis

Biaya penyusutan

1

Kapal

1

5 Gt

200 jt

200 jt

11 tahun

1.515,151

2

Tasi

10

5 m

5.000

50.000

3 bulan

16.667

3

Pancing

10

-

70.000

700.000

7 bulan

100.000

4

Mesin

1

300 pk

26 jt

26 jt

25 tahun

86.667

5

Pemberat

10

-

1000

10.000

1 bulan

10.000

 

Total

 

 

 

 

 

5.185,455

 

2. Biaya variabel

No

Jenis biaya

Jumlah

satuan

Harga (Rp)

Trip/bulan

1

Solar

50 liter

7.000

350.000

9.000.000

2

konsumsi

10/orang

500.000

5.000.000

140.000.000

3

Es batu

17 balok

7000

119.000

3.332.000

4

Air bersih

50 jergen

5.000

250.000

7.000.000

5

Umpan

7 kg

4000

28.000

784.000

 

Total

 

 

5.747.00

160.916,00 x 3

482.748.000

 

3. Musim Puncak, dalam 1 tahun terdapat 3 bulan

·       Total Biaya (TC) = Fc + Vc

= 5.185,455 + 482.748.000

= 487.933,000

·       Penerimaan  (Tr) = P.Q . 28

=70.000 × 130 kg × 28 hari

=254.800,000 × 3 = 764.400,000

·       Pendapatan ) = Tr-Tc

= 764.400,000 – 487.935,455 = 276.466,543

·       Rc ration

=1,56

·       Payback period

=0,82

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan rc ration sebesar 1,56 dapat d simpulkan bahwa usaha penangkapan ikan layak untuk dilanjutkan(layak melaut).Dan untuk mengembalikan modal(payback period) perlu waktu 8 bulan 2 hari yang dimana pengembalian modal itu bisa didapatkan dengan cepat.


KELOMPOK 4

  •  Waktu dan Tempat Turlap

Kegiatan turun lapang (turlap) kami laksanakan pada tanggal 27 di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa yang merupakan salah satu lokasi kegiatan nelayan Pattorani.

  • Judul Kegiatan

“Analisis Kelayakan Usaha Nelayan Pattorani Di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa”

  • Metode yang Digunakan

Metode yang kami gunakan adalah metode survei lapangan dengan pendekatan wawancara langsung kepada responden nelayan. Data dikumpulkan melalui observasi, pencatatan langsung di lapangan, dan wawancara mengenai komponen biaya tetap, biaya variabel, serta hasil produksi.

  • Proses Pengolahan Data

Data yang terkumpul kami olah dalam beberapa tahap:

1.      Identifikasi Biaya Tetap – meliputi biaya seperti kapal, mesin, pajak, dan alat lainnya dengan umur ekonomis tertentu.

2.      Perhitungan Biaya Variabel – meliputi tasi, solar, konsumsi, tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya.

3.      Perhitungan Total Biaya (TC) – hasil penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel.

4.      Pendapatan (TR) – dihitung dari hasil produksi dikalikan dengan harga jual per satuan.

5.      Analisis Finansial – dilakukan dengan menghitung RC Ratio (Revenue Cost Ratio), Payback Period, dan keuntungan bersih (Net Profit).

  • Hasil dan Analisis Singkat

Dari hasil perhitungan pada data responden, diperoleh:

1.      Total biaya (TC) sebesar ± Rp406.872.000

2.      Pendapatan (TR) sebesar ± Rp1.477.500.000

3.      Keuntungan bersih sekitar Rp1.010.628.000

4.      Nilai R/C Ratio = 1,10, yang berarti setiap Rp1 biaya menghasilkan Rp1,10 pendapatan, sehingga usaha ini layak untuk dijalankan.

5.      Payback Period diperoleh sekitar 2,28 tahun, yang menunjukkan modal usaha dapat kembali dalam waktu relatif singkat (kurang dari umur ekonomis alat dan sarana produksi).

DOKUMENTASI

·        WAWANCARA

·        ALAT TANGKAP NELAYAN PATTORANI


KELOMPOK 5

Judul: Analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut (euchema cottoni)di dusun pamandongan, Desa salajangki, kecamatan bontonompo, kebupaten gowa.

Waktu dan Tempat: salajangki.13.00-15.00 WITA

Metode: Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara terhadap kelompok nelayan pembudidaya rumput laut. Observasi dilakukan di lokasi kegiatan budidaya untuk mengetahui secara nyata kondisi lingkungan, teknik budidaya, serta aktivitas ekonomi masyarakat pesisir. Sementara itu, wawancara dilakukan secara terstruktur maupun semi-terstruktur dengan para nelayan untuk menggali informasi mendalam mengenai pengalaman, kendala, dan strategi mereka dalam mengelola usaha budidaya rumput laut. Pendekatan ini bertujuan memperoleh data yang akurat dan relevan sesuai dengan kondisi lapangan serta memperkuat hasil analisis penelitian.

Hasil dan pembahasan


RESPONDEN 1

Nama                     : zulkarnaen

Umur                       : 25 Tahun Pendidikan

Formal           : Pendidikan terakhir SMA Non Formal                     : -

Pekerjaan Utama     : nelayan

Pekerjaan Sampingan : penjual minuman Jumlah Tanggungan : 13

1.     Biaya tetap

 

 

 

No

Jenis alat budidaya

Jumla h

Ukura n

Harga satuan

(Rp)

 

 

Total (Rp)

Umur ekono

mis

Biaya penyusutan

 

 

 

Seda

 

 

12

Rp 20.833

1

botol

500

ng

Rp 500

Rp 250.00

bulan

 

 

Tali

 

 

Rp

Rp

12

Rp 315.000

2.

bentang

30

14 M

9.000

3.780.00

bulan

 

 

Sarung

 

 

Rp

 

2

Rp 2.500

3.

tangan

1

 

5.000

Rp 5.000

bulan

 

 

 

 

 

Rp

 

6

Rp 8.333

4.

bibit

1

 

50.000

Rp 50.000

bulan

 

 

 

 

 

 

Rp

 

RP 346.666

 

Total

 

 

 

4.085.000

 

 

 

2.     Biaya variabel

No

Jenis Biaya

Jumlah

Satuan

Harga

1

Karung

3

Rp. 2.500

Rp. 7.500

2

Konsumsi

1

Rp. 18.000

Rp. 18.000

3

Pupuk

1

Rp. 55.000

Rp. 55.000

4

Tali Rapia

1

Rp. 10.000

Rp. 10.000

 

Total

 

 

Rp. 90.500










 3.     Siklus : Timur. dalam 1 tahun terdapat 7bulan siklus timur Jumlah produksi = 1.400 kg

Harga per kg= Rp 8.000

·       Biaya tetap (FC

Rp 346.666 x 7 = Rp 2.426.662

·       Biaya Variabel                  (VC) Rp 90.500 x 7 =Rp 633.500

·       Total biaya (TC) FC + VC

Rp 2.426.662 + Rp 633.500 = Rp 3.060.162

·       Penerimaan (TR) P x Q x 7

Rp 8.000 x1.400 x 7 = Rp 78.400.000

 

·       Pendapatan (π) TR-TC

Rp 78.400.000 - Rp 3.060.162 = Rp 75.339.838

·       RC ration TR ÷ TC

Rp 78.400.000 ÷ Rp 3.060.162 = 25,62

·       Payback period


Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, usaha budidaya rumput laut yang dijalankan oleh Zulkarnaen (25 tahun) tergolong layak dan menguntungkan untuk dikembangkan. Total biaya produksi selama satu tahun sebesar Rp 3.060.162, dengan total penerimaan mencapai Rp 78.400.000, sehingga diperoleh keuntungan bersih sebesar Rp 75.339.838. Nilai R/C ratio sebesar 25,62 menunjukkan bahwa setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan Rp 25,62 penerimaan, menandakan efisiensi usaha yang tinggi.

Selain itu, Payback Period sebesar 0,54 tahun atau sekitar enam bulan menunjukkan bahwa modal usaha dapat kembali dalam waktu relatif singkat. Hasil ini membuktikan bahwa budidaya rumput laut yang dilakukan oleh Zulkarnaen berpotensi memberikan pendapatan yang stabil, efisien dalam penggunaan biaya, serta layak dijadikan sumber penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki.


RESPONDEN KE 2

Nama                     : Ruslam

Umur                       : 38 Tahun Pendidikan

Formal            : Pendidikan terakhir SMA Non Formal           : -

Pekerjaan Utama     : nelayan

Pekerjaan Sampingan : budidaya rumput laut

Jumlah Tanggungan : 5


                 

1. Biaya tetap


 

 

Harga

 

Umur

Biaya

Jenis alat                      Jumla

Ukura     satuan

 

ekonomis

penyusut

No    budidaya        h

n            (Rp)

Total (Rp)

 

an

 

 

 

 

Rp

1      Gabus           1

2 x 3     Rp 350.000

Rp 350.000

24 bulan

14.583

Tali

 

Rp

 

Rp

2.    bentang       20

10 M      Rp 9.000

1.800.000

12 bulan

150.000

Sarung

 

 

 

Rp 2.500

3.    tangan           1

Rp 5.000

Rp 5.000

2 bulan

 

4.    bibit               1

Rp 50.000

Rp 50.000

6 bulan

Rp 8.333

 

 

Rp

 

RP 175.

Total

 

2.205.000

 

416

 

2.     Biaya variabel

 

NO

Jenis biaya

 

Jumlah

 

Satuan

Harga

1

Karung

2

Rp 3.000

Rp 6.000

2

Konsumsi

1

Rp 7.000

Rp 7.000

 

 

 

Rp

Rp

3

Pupuk

1

35.000

35.000

 

 

 

Rp

Rp

4

Tali rapia

1

12.000

12.000

 

 

 

 

Rp

                Total                                             60.000     

 

3.     Siklus      : Timur. dalam 1 tahun terdapat 7bulan siklus timur

Jumlah produksi = 2.100 kg Harga per kg= Rp 7.000

 

·       Biaya tetap (FC

Rp 175.416 x 7 = Rp 1.227.912

·       Biaya Variabel                  (VC) Rp 60.000 x 7 =Rp 420.000

 

·       Total biaya (TC) FC + VC

Rp 1.227.912 + Rp 420.000 = Rp 1.647.912

·       Penerimaan (TR) P x Q x 7

Rp 7.000 x 2.100 x 7 = Rp 102.900.000

 

·       Pendapatan (π) TR-TC

Rp 102.900.000 - Rp 1.647.912 = Rp 101.252.088

·       RC ration TR ÷ TC

Rp 102.900.000 ÷Rp 1.647.912 = 62,44

·       Payback period

            

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, usaha budidaya rumput laut yang dijalankan oleh Ruslam tergolong sangat layak dan menguntungkan. Total biaya produksi selama satu tahun sebesar Rp 1.647.912, dengan total penerimaan mencapai Rp 102.900.000, sehingga diperoleh keuntungan bersih sebesar Rp 101.252.088. Nilai R/C ratio sebesar 62,44 menunjukkan efisiensi usaha yang tinggi, di mana setiap Rp 1 biaya mampu

menghasilkan Rp 62,44 penerimaan. Selain itu, waktu pengembalian modal (Payback Period) hanya 0,17 tahun atau sekitar dua bulan, yang berarti modal dapat kembali dalam waktu sangat singkat.

Dengan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa budidaya rumput laut yang dilakukan Ruslam memiliki prospek ekonomi yang baik, memberikan keuntungan besar, serta dapat dijadikan sumber mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat pesisir di Desa Salajangki.

Kesimpulan kelompok nelayan pembudidaya rumput laut desa sala'jangki

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Pamandongan, Desa Salajangki, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii sangat layak untuk dikembangkan. Hasil analisis terhadap dua responden menunjukkan bahwa kegiatan budidaya ini memberikan keuntungan yang tinggi dan efisiensi ekonomi yang baik. Nilai R/C ratio yang diperoleh yaitu 25,62 untuk responden pertama dan 62,44 untuk responden kedua, menandakan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan menghasilkan penerimaan lebih dari dua puluh kali lipat, bahkan lebih dari enam puluh kali lipat. Pendapatan bersih yang diperoleh juga tergolong besar, yakni sebesar Rp 75.339.838 untuk responden pertama dan Rp 101.252.088 untuk responden kedua dalam satu tahun. Selain itu, hasil analisis payback period menunjukkan waktu pengembalian modal yang sangat cepat, yaitu hanya 0,54 tahun dan 0,17 tahun. Dengan demikian, budidaya rumput laut di wilayah tersebut terbukti memberikan keuntungan yang signifikan, efisien secara ekonomi, serta memiliki prospek yang menjanjikan sebagai salah satu sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir di Desa Salajangki, Kabupaten Gowa.

0 Komentar