TULISAN HIMASEI
Beban Tersembunyi di Balik UKT
Dilematika
perguruan tinggi tak henti-hentinya terjadi, setelah banyaknya kontroversi yang
terjadi di perguruan tinggi mulai dari kelonjakan ukt yang tanpa dasar dst..
kini muncul kontroversi yang baru yaitu tambahan biaya kuliah selain daipada
ukt itu sendiri. Yaitu biaya praktek lapang dan biaya lab
Dalam
menyoroti hal tersebut terkhususnya pada universitas hasanuddin yang
digadang-gadang sebagai universitas terbaik di Indonesia timur. Seperti yang
diketahui secara umum universitas hasnuddin merupakan perguruan tinggi negeri
berbadan hukum yang merupakan instansi Pendidikan yang bersifat otonom dalam
pengelolaan sistem maupun keuangan atau yang disingkat sebagai PTNBH dan
menggunakan system uang kuliah tunggal(UKT). Salah satu fakultas yang terdapat
di universitas hasanuddin Adalah fakultas ilmu kelautan dan perikanan(FIKP).
FIKP terdiri atas 2 departemen yaitu departemen ilmu kelautan dan departemen
perikanan dan terdiri atas 6 program studi.
Dalam
system pelaksanaan mata kuliah di FIKP terdapat tiga metode yaitu pertemuan
kelas, laboratorium dan praktek lapang. Dalam hal penggunaan 3 metode tersebut
khususnya pada metode laboratorium dan praktek lapang, kerap kali terjadi
sebuah Tindakan bersifat korup yaitu penambahan biaya demi menunjang jalannya
metode tersebut sedangkan sebagaimana yang diketahui system pembayaran biaya
kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa Adalah system uang kuliah Tunggal yang
menurut, Permendikbudristek no 2 tahun 2024
pada pasal 1 ayat 5 “Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat UKT
adalah biaya yang dikenakan kepada setiap Mahasiswa untuk digunakan dalam
proses pembelajaran.” Dalam beberapa penafsiran terkait hal ini UKT dianggap
sebagai satu-satunya biaya yang dikeluarkan mahasiswa untuk menunjang proses
pembelajarannya dalam satu semester.
Akan
tetapi aturan tersebut dalam FIKP universitas hasanuddin seakan tidak berlaku
dikarenakan pada realitas yang hadir masih terdapat pungutan lain yang
dibebankan kepada mahasiswa untuk menunjang proses pembelajarannya. hal
tersebut dapat dilihat dalam pelaksaan praktek lapang yang pada seiap semester
terjadi, mahasiswa dibebankan dalam 100% pembiayaan untuk mencover seluruh
biaya praktek lapang yang dilaksanakan berupa transportasi dan tempat tinggal.
Apabila ada mahasiswa yang tidak membayar biaya tersebut mahasiswa tidak
diperbolehkan untuk mengikuti proses praktek lapang yang berlangsung.
Setiap
kali ditanya terkait alasan biaya praktek lapang ini pihak program studi selalu
berlindung dalam tabir bahwa pihak program studi tidak memiliki dana untuk
mengcover proses praktek lapang
· Lantas
kemana seluruh UKT yang dibayarkan mahasiswa disetiap semesternya?
· bukannya
UKT dibayar untuk mengcover seluruh aktivitas serta penunjang proses
pembelajaran mahasiswa?
Sungguh
miris melihat instansi Pendidikan yang seharusnya mengajarkan setiap mahasiswa
untuk patuh akan aturan dan hukum yang berlaku akan tetapi secara
terang-terangan mencontohkan Tindakan yang jelas-jelas berlawanan dengan hukum
dan aturan yang ada. Tidak akan ada alasan untuk membenarkan suatu bentuk
Tindakan korup ini.
Saya
selaku penulis kini mengerti kenapa negara ini tidak pernah lepas dari hal-hal
yang bersifat korup. bukan keserakahan yang menjadi factor utama Tindakan korup
tersebut, akan tetapi normalisasi yang hadir di Masyarakat yang membiarkan hal
tersebut terjadi karena dianggap Tindakan kecil.
Jika kita ingin melihat suatu
perubahan terjadi di negara ini, maka kita perlu mengehentikan normalisasi
segala Tindakan yang bersifat korup di Masyarakat dan khusunya pada setiap
instansi Pendidikan.
Note:
2. contoh diatas hanya sedikit dari Tindakan korup yang hadir.
Penulis
Anomali
Kampus






0 Komentar