Tulisan HIMASEI

Ma’paroro: Ritual Nelayan Patorani dalam Menjaga Harmoni Laut dan Tantangan Modern

OLEH: Chikadiva Priskila Putri

Nelayan patorani merupakan salah satu kelompok nelayan tradisional di Sulawesi Selatan, khususnya di wilayah pesisir Makassar, Gowa, dan Takalar. Mereka dikenal sebagai pelaut ulung yang berlayar jauh ke laut untuk menangkap

ikan terbang (torani), yang menjadi komoditas bernilai tinggi. Kehidupan patorani tidak hanya terkait dengan aspek ekonomi, tetapi juga erat dengan sistem budaya dan kepercayaan yang diwariskan turun-temurun. Tradisi inilah yang membuat keberadaan patorani memiliki ciri khas tersendiri dalam khazanah budaya maritim Nusantara.

Salah satu tradisi penting yang masih dijalankan oleh komunitas patorani adalah perayaan adat Ma’paroro. Tradisi ini berasal dari Desa Salajangki, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dan dilakukan sebelum musim melaut tiba. Inti kegiatan berupa doa bersama, pemberian sesajen, serta ritual tolak bala. Ma’paroro bukan sekadar ritual simbolis, tetapi mencerminkan kearifan lokal nelayan dalam menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta.

Dengan melaksanakan Ma’paroro, para nelayan berharap diberi keselamatan, hasil tangkapan yang melimpah, serta terhindar dari marabahaya saat berlayar. Nilai kebersamaan, spiritualitas, dan penghormatan terhadap laut menjadi inti dari tradisi ini, yang sekaligus memperkuat identitas budaya maritim masyarakat pesisir.

Namun, di tengah arus globalisasi, tradisi seperti Ma’paroro menghadapi tantangan besar. Globalisasi membawa modernisasi perikanan, teknologi navigasi canggih, serta pola pikir yang lebih rasional dan praktis. Di satu sisi, kemajuan ini membantu nelayan patorani meningkatkan produktivitas dan memperluas jaringan pemasaran hasil tangkapannya. Namun, globalisasi berpotensi mengikis nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam ritual tradisional.

Jika generasi muda nelayan lebih terfokus pada aspek ekonomi dan melupakan tradisi leluhur, maka identitas budaya yang khas ini bisa hilang seiring waktu. Oleh karena itu, penting adanya sinergi antara modernisasi dan pelestarian budaya. Ritual Ma’paroro sebagai warisan budaya Desa Salajangki dapat tetap dijaga sebagai identitas kolektif, sembari nelayan patorani mengadopsi teknologi modern untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan demikian, kearifan lokal tidak hilang, melainkan justru menjadi kekuatan dalam menghadapi tantangan global



 

0 Komentar